LHOKSEUMAWE – Awal kegiatan eksplorasi gas yang dilakukan oleh Mobil Oil dan
kini dilakukan oleh ExxonMobil, semua lintasan jalan yang digunakan perusahaan
Migas tersebut dijaga dan dirawat dengan baik.
Jangankan berlubang,
bergelombang sedikit saja langsung diperbaiki. Namun saat akan berakhir kegiatan
eksplorasi gas, semua lintasan jalan milik perusahaan raksasa tersebut dibiarkan
tanpa perawatan.
Kini jalan line pipa (begitu sering disebut) mulai dari
Cluster 1 hingga Cluster 4 dipenuhi lubang besar. Masyarakat Kecamatan Nibong,
Tanah Luas, Matang Kuli dan Pirak Timu, kerap terperangkap dalam lubang-lubang
besar dan hamper saban hari ada yang terjatuh di jalan itu.
Selain warga
empat kecamatan tersebut, jalan Line Pipa juga dijadikan sebagian masyarakat
Aceh Utara sebagai rute untuk melepas lelah dan kepenatan. Mulai dari orang
dewasa hingga anak muda setiap sore mangkal disana, guna menikmati rujak manis
yang dijual masyarakat Nibong di dekat Poin E Exxonmobil.
Bukan hanya itu,
para pedagang durian yang berasal dari berbagai daerah datang kesana untuk
menjaja jualannya di pinggir jalan itu, begitu juga dengan pedagang jagung
rebus, somai dan pedagang jajanan ringan lainnya. Aktivitas jalan tersebut
sangat padat.
“Orang-orang suka jalan-jalan di Line Pipa karena jalan
tersebut relatif aman karena tidak dilintasi mobil-mobil besar. Selain itu,
pemandangan alam disana cukup menarik. Kami khawatir, jika jalan itu rusak dan
tidak diperbaiki, berbagai aktivitas perdagangan akan lumpuh karena Line Pipa
sepi,” kata T Hasansyah, tokoh muda dari Kecamatan Matang Kuli.
Tidak hanya
sampai di Cluster 4, kerusakan jalan juga dialami di lintasan Cluster A,
Kecamatan Pirak Timu. Kondisi disana lebih parah dari Cluster 1-4. Jika turun
hujan, badan jalan tersebut persis kubangan kerbau. Kondisi ini sangat aneh,
karena jalan Line Pipa merupakan jalan milik Exxonmobilm salah satu perusahaan
Migas terbesar di dunia.
Sudirman (34), salah seorang warga Pantonlabu
mengaku terheran-heran dengan kondisi jalan itu. Sebelum datang kesitu, dia
mengaku mendengar dari mulut ke mulut kondisi jalan dan pemandangan disana
sangat indah. “Kalau tidak melihat sendiri, saya pasti tidak percaya, kalau
jalan Line Pipa separah itu. Masalahnya, jalan itu milik Exxonmobil,” kata
Sudirman yang diamini Ramli, Idris, Hanafi, dan Dahlan.
Sebagai tokoh pemuda
di Matangkuli, T Hansyah mengatakan, kehadiran Exxonmobil tidak banyak
menguntungkan warga sekitar. Bantuan yang diberikan selama ini belum berhasil
guna karena dinilai kurang tepat sasaran. Untuk pendidikan, hanya tiga sekolah
yang menjadi binaan mereka yaitu SMAN-I Syamtalira Aron, Nibong dan
Matangkuli.
Perekrutan tenaga kerja juga tidak seimbang dengan jumlah pemuda
pengangguran, untuk Matangkuli saja mencapai 1.500 orang. Belum lagi di Pirak
Timu, Nibong dan Tanah Luas. Memang, para pemuda itu tidak memiliki keahlian
dalam urusan eksploitasi, tapi mereka ada yang mampu menjadi sopir, petugas
keamanan dan bahkan menjadi tukang kebun di kantor itu.
Harapan itu mungkin
telah pupus, sehingga akan berakhirnya kegiatan eksploitasi gas pada 2014.
Masyarakat empat kecamatan itu kini hanya punya mimpi agar Exxonmobil dapat
memperbaiki kembali lintasan jalan yang telah rusak. Paling tidak saat
Exxonmobil akan pergi meninggalkan Aceh Utara, telah menghadiahkan bingkisan
cantik untuk warga lingkungan.
“Mudah-mudahan, mimpi ini segera menjadi
kenyataan. Kelau memang keberatan, sebaiknya Exxonmobil tidak usah menunggu
2014, silahkan angkat kaki dari tempat kami sekarang juga. Menteri ESDM dapat
mencari industri lain untuk mengelola Arun LNG. Kami merasa, daerah kami selama
ini dijadikan sebagai sapi perahan,” kata T Hasansyah penuh harap.
Armia
Ramli, Humas Exxonmobil mengaku Exxonmobil telah memberikan hak warga lingkungan
sesuai aturan yang telah ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia.
Meskipun
begitu, T Hasansyah dan Muhammad Husein, pemerhati sosial dan aktifis itu
mengaku tidak percaya, karena semua bantuan yang telah diberikan Exxonmobil
tidak tampak dan belum berhasil guna. Aktifis dan tokoh pemuda dari Matangkuli
itu mengatakan, kondisi empat kecamatan tadi tak ubahnya seperti kata pepatah
habis manis sepah dibuang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar