SEPARUH
hari, sinar matahari terik membakar sebagian besar daerah di Kabupaten
Aceh Utara, Jumat (6/5/2011). Seperti suhu politik belakangan ini
menjelang pemilihan umum kepala daerah, begitulah cuaca pada siang hari.
Namun, matahari hanya bersinar garang setengah hari saja. Setelah itu,
mendung datang dan hujan turun dengan deras.
Hasballah
Mansur (25) sedang dalam perjalanan dengan mobilnya ketika hujan turun.
Semula, ia merasa seperti hujan biasa kendati sangat deras. Ketika
mendengar suara guyuran hujan itu terdengar lebih keras dari biasa,
seperti ribuan batu kerikil yang ditumpahkan dari langit, Hasballah
keluar dari mobilnya untuk melihat apa yang terjadi. Ia menyaksikan
pemandangan yang belum pernah dilihat secara langsung seumur hidupnya.
Hujan salju turun dari langit bersama air hujan. Hasballah adalah warga
Teupin Keube Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara, dan ia sedang berada di
Matangkuli, bukan di negara Eropa yang terbiasa dengan salju.
Bukannya
senang bisa menyaksikan salju secara langsung untuk pertama kalinya.
Hasballah justru takut. Ia sempat cemas dan berpikir macam-macam. “Saya
malah mengira ini tanda kiamat,” katanya.
Hujan
salju bukan hanya turun di Teupin Keube, Matangkuli. Tetapi juga
terjadi di Desa Asan Krueng Kreh, Desa Geulumpang, Bunggong, Rayeuk
Pange, Matang Keh, dan Meunasah Leupe di Kecamatan Pirak Timu. Selain
itu juga terjadi di di Desa Keude Blang, serta Desa Asan Ara Keumudi,
Kecamatan Lhoksukon.
Seperti
halnya Hasballah, sejumlah warga di kawasan tersebut sempat panik
dengan turunnya hujan es di sejumlah desa selama 4 – 15 menit. Penduduk
menduga ada bencana karena butiran es sebesar biji jagung menimpa atap
rumah mereka sebelum mencair.
Seorang
warga Desa Asan Krueng Kreh, Abdul Majid (35), menyebutkan awalnya
hujan turun seperti biasa berupa ada air dan sesekali terdengar
halilintar. Tak lama berselang, warga mendegar suara keras dari atap
rumah. “Setlah saya periksa ternyata hujannya keras seperti es, dan
sebesar biji jagung,” ungkap Abdul Majid. Dia sempat memotret hujan es
itu dengan menggunakan kamera di handphone. Lalu, butiran es itu pun
mencair.
Menurut
Majid, masyarakat sempat panik dan ketakutan ketika mengetahui bahwa
ada hujan es karena mengira aka nada bencana besar bahkan ada yang
mengaitkan dengan tanda-tanda kiamat. “Tapi masyarakat bisa tenang
setelah hujan salju berhenti,” tandas Majid.
Kepala Desa Rayeuk Pange, Abdullah, mengaku tidak terkejut lagi dengan kondisi serupa karena sudah terjadi
di daerah itu empat tahun silam. “Jadi, masyarakat tidak perlu takut.
Hal ini pernah terjadi, hanya ada yang tidak tahu,” katanya.
Sementara
itu, di Kecamatan Paya Bakong, Tanah Pasir, Tanah Luas, dan Kecamayan
Syamtalira Aron yang merupakan kawasan sekitar Matang Kuli, Pirak Timu,
dan Lhoksukon, terjadi hujan deras dan angin kencang tanpa adanya hujan
es. Sedangkan di kawasan Kota Lhokseumawe cuaca sangat terik.
Hujan
es di daerah tropis merupakan fenomena alam yang sudah pernah terjadi
di daerah lain. Salju misalnya juga pernah turun di Jakarta awal 2011
silam. Kondisi cuaca belakangan ini memang sulit diprediksi karena
gampang berubah dan memperlihatkan gejala yang tidak lazim sebagaimana
hujan salju di Pirak Timu dan daerah lainnya. Namun, gejala alam
tersebut bukan berarti harus disikapi dengan kepanikan, apalagi sampai
mengambil keputusan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Sudah
saatnya masyarakat Aceh lebih mendalami metereologi dan geofisika agar
lebih bisa memahami alam, sebelum menjadi korban bencana alam. [ayi jufridar]
0 komentar:
Posting Komentar