Translate This Blog

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Senin, 25 Juni 2012

Muallem Bercita-cita Ingin Sejahterakan Aneuk Nanggroe

JIKA Allah berkehendak mengangkat derajat seseorang tentu tak ada yang mampu menghalangi.

Itulah yang kini berlaku atas diri Muzakir Manaf, laki-laki Gampong Mane Kawan, Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara. Muzakir yang akrab disapa Mualem akan mendapingi dr Zaini Abdullah sebagai Wagub Aceh.
Suatu malam, Minggu 8 April 2012 atau menjelang Pilkada 2012, Muzakir Manaf yang akrab disapa Mualem mengungkapkan, cita-cita ingin mensejahterakan aneuk Nanggroe (masyarakat) sudah terpatri sejak usianya masih belia. 

Padahal, Muzakir muda hanyalah seorang anak petani yang ekonominya pas-pasan, malah untuk uang jajan saja ketika ia masih sekolah di SMA Pase nyaris tak terpenuhi.
“Berangkat dari realita masyarakat Aceh yang melarat akibat kesulitan lapangan kerja, dan kemudian saya membaca sejarah perjuangan orang Aceh masa lalu serta buku sejarah karangan Wali Nanggroe tentang sejarah Aceh, akhirnya saya bulatkan tekad untuk berjuang agar Aceh bisa bangkit dari berbagai persoalan itu,” tandas Muzakir.
Sejak umur 19 tahun, Muzakir Manaf bergabung dan ikut dengan pasukan Gerakan Atjeh Merdeka (GAM). Sebelumnya perjuangan tesebut dilakukan oleh pejuang Aceh secara rahasia dengan nama “Atjeh Merdeka” (AM).
Masih sangat lekat dalam pikiran Muzakir bagaimana awal-awal ia bergabung dengan GAM. Hampir setiap hari dia mengikuti latihan fisik dan latihan meliter secara bergerilya. Meskipun saat itu belum banyak senjata.
Beberapa bulan bergabung di GAM, Muzakir terpilih untuk berangkat ke luar negeri meningkatkan kemampuan diri. 

Negara pertama adalah Malaysia. Tak lama di negeri jiran itu, dia bersama sejumlah pemuda Aceh lainnya berangkat ke Libya. 

Di negara gurun ini Muzakir dan rekan-rekannya ditempa latihan militer yang sangat berat, tegas, dan disiplin. 

Mereka juga mempelajari penggunaan berbagai jenis senjata termasuk latihan perang gerilya.
Setelah beberapa bulan latihan, entah bagaimana Muzakir dengan tak terbayangkan terpilih menjadi salah seorang pengawal Presiden Libya, Muammar Khadafi.

“Sekitar tiga tahun jadi pengawal Presiden Libya, saya diperintahkan oleh Wali Nanggroe (Tgk Muhammad Hasan Di Tiro) untuk pulang ke Aceh, melanjutkan perjuangan menuntut kemerdekaan untuk mensejahterakan rakyat,” ujarnya.
Sesampai kembali ke Aceh, Muzakir bersama 20-an rekannya yang sama-sama eks Libya mendapat tugas mengatur strategi dengan mengontrol semua pejuang lain yang telah ada di Aceh. 

Saat itu, Panglima GAM di Wilayah Pase adalah M Yusuf bin Tgk Muhammad Ali (Peutua/Geusyik Ali), Panglima Bintang sepak bola Klub “Persijam” (Persatuan Sepak Bola Jambo Aye) itu dikenal dengan sebutan M Yusof Ali.
Ketika militer Indonesia melakukan operasi mencari orang GAM, sejumlah eks Libya terpencar-pencar membentuk kelompok gerilya. Tempat tinggal pun berpindah-pindah. 

“Kami sering di Aceh utara, seperti di Desa Buket Bayah, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Reungkam di Kecamatan Matang Kuli, Kecamatan Sawang, Pante bahagia, Paya Bakong,” kenang Muzakir.
Gerilyawan GAM juga merambah Kabupaten Bireuen seperti di kawasan Kecamatan Makmur (Dusun Gajah Wiet Beusoe), dan Batee Iliek. Juga ke Pidie Jaya, Pidie, dan juga ke Aceh Timur. “Senjata hanya ada dua jenis yaitu Minimi yang paling disenangi dan M-16,” kata Mualem.
Menurut anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Tgk Abdul Manaf/Zubaidah ini, semasa berjuang ia lebih sering berada di lingkungan penduduk, meskipun masyarakat tak tahu kalau dirinya ada di antara mereka. 

“Banyak sekali suka duka selama kami berjuang yang tidak mungkin diurai satu per satu. Insya Allah, Aceh ke depan akan lebih baik dan cita-cita saya mensejahterakan rakyat terkabul hendaknya” demikian Muzakir Manaf.| Serambi

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Blogger Gadgets